Membangun Keselamatan Pasien Melalui Komunikasi Efektif dalam Layanan Kesehatan

komunikasi failure

komunikasi failure
Yogyakarta, 15 Oktober 2025 — Komunikasi adalah fondasi utama dalam pelayanan kesehatan. Di ruang praktik, klinik, maupun rumah sakit, keberhasilan interaksi antara tenaga medis, pasien, dan keluarga sering kali menentukan kualitas hasil perawatan. Namun, komunikasi juga menjadi salah satu sumber risiko yang paling sering diabaikan. Kegagalan komunikasi (communication failure) dapat memicu kesalahpahaman, keterlambatan penanganan, bahkan insiden medis yang fatal.

Menyadari urgensi isu tersebut, Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan kegiatan rutin mingguan Raboan Research and Perspective Sharing pada Rabu, 15 Oktober 2025. Acara yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom Meeting ini mengangkat tema “Communication Failure” dengan narasumber utama dr. Rukmono Siswishanto, M.Kes, SpOG(K).

Dalam pemaparannya, dr. Rukmono menegaskan bahwa komunikasi merupakan inti dari pelayanan kesehatan karena seluruh proses konsultasi, pengambilan keputusan, hingga tindakan medis bergantung pada penyampaian dan penerimaan informasi yang tepat. Namun, fakta menunjukkan bahwa kegagalan komunikasi menjadi penyebab utama dari kejadian sentinel yakni peristiwa tidak diharapkan yang menyebabkan cedera serius atau kematian pasien.

Kegagalan komunikasi dapat bersumber dari berbagai aspek: isi pesan yang tidak jelas, audiens yang tidak dipahami, waktu penyampaian yang tidak tepat, hingga tujuan komunikasi yang tidak selaras. Kesalahpahaman (misunderstanding) sering kali muncul karena perbedaan cara pandang, bahasa, maupun latar belakang antara pihak yang terlibat. Gangguan seperti asumsi, emosi, stres, dan kelelahan juga turut menghambat tersampaikannya pesan secara utuh.

Konsultasi medis ditekankan sebagai pusat komunikasi dalam pelayanan kesehatan. Proses ini tidak hanya berfokus pada transfer informasi, tetapi juga menuntut penerapan prinsip etika seperti beneficence (mengutamakan kesejahteraan pasien), respect for autonomy (menghormati hak pasien untuk mengetahui dan memilih), justice (akses yang adil terhadap layanan), dan truth-telling (keterbukaan terhadap informasi serta konflik kepentingan).

Data internasional menunjukkan bahwa jumlah kejadian sentinel terus meningkat setiap tahun. Sebagian besar melibatkan keterlambatan penanganan, operasi di lokasi yang salah, tertinggalnya benda asing pasca operasi, hingga kasus bunuh diri pasien—sebagian besar dapat dicegah apabila komunikasi antar tenaga kesehatan berjalan efektif dan sistematis.

Menurut dr. Rukmono, bentuk kegagalan komunikasi yang paling sering terjadi antara lain tidak memberikan informasi yang cukup dan tepat waktu kepada pasien, tidak berbagi informasi dengan rekan sejawat, tidak mendengarkan pasien dengan baik, serta tidak melibatkan keluarga atau pendamping dalam proses pengambilan keputusan. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari kondisi individu tenaga kesehatan, beban kerja yang tinggi, sistem komunikasi yang tidak terstruktur, hingga lemahnya kolaborasi lintas profesi.

Sebagai solusi, tenaga kesehatan perlu memperbaiki komunikasi baik secara personal maupun sistemik. Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi peningkatan empati, pengelolaan stres, penguatan dokumentasi medis, perbaikan alur komunikasi tim, serta pemahaman terhadap latar belakang dan kebutuhan pasien. Pendekatan komunikasi terstruktur seperti SBAR (Situation–Background–Assessment–Recommendation), read-back, serta team briefing direkomendasikan untuk meminimalkan kesalahan dan memperjelas instruksi.

Di akhir sesi, dr. Rukmono menekankan bahwa komunikasi yang baik adalah fondasi keselamatan pasien. Perbaikan sistem komunikasi harus menjadi bagian dari budaya institusi kesehatan, dan pembelajaran komunikasi klinis perlu diberikan sejak tahap pendidikan mahasiswa hingga praktik profesional.

Upaya ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 3, yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua usia. Dengan memperkuat komunikasi dalam layanan kesehatan, tenaga medis tidak hanya meningkatkan mutu pelayanan, tetapi juga berkontribusi nyata pada terciptanya sistem kesehatan yang aman, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Reporter : Ardhini N, MKM
Editor : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *