• UGM
  • IT Center
Universitas Gadjah Mada Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH)
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Kami
    • Visi & Misi
    • Sejarah
    • Staf dan Afiliasi
      • Pimpinan
      • SDM
      • Kolaborator Nasional
      • Kolaborator Internasional
  • Berita & Acara
    • Acara Mendatang
  • Briefings & Publikasi
    • Journal Article
    • Book Chapter
    • Teaching Module
    • Project Report
    • Others
  • Riset & Projek
  • Pendidikan & Kursus
    • Magister Bioetika
    • Kursus
  • Bioethics Teacher
  • Kegiatan
    • Program Rutin
    • Konsultasi Klinis
  • IBHC 2024
  • UNESCO Chair on Bioethics
  • Karir
  • Beranda
  • Artikel Terbaru
  • Membedah Fenomena Bedah Estetika: Perspektif Medis, Etika, dan Agama

Membedah Fenomena Bedah Estetika: Perspektif Medis, Etika, dan Agama

  • Artikel Terbaru, Berita SDGs, Raboan
  • 13 March 2025, 10.45
  • Oleh: cbmhfkugm
  • 0

raboan BIOETIKA 12 maret 2025 2

Yogyakarta, 12 Maret 2025 – Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) bersama Program Studi Magister Bioetika Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan webinar RABOAN yang menghadirkan Dr. dr. Prima Maharani Putri, M.H., C.Med. sebagai pembicara utama.

Dalam pemaparannya, dr. Prima membahas tren terkini dalam dunia bedah estetika yang semakin diminati oleh masyarakat modern. “Saat ini, penampilan yang sempurna menjadi prioritas dalam dunia kerja dan interaksi sosial. Banyak orang memilih operasi plastik untuk mencapai standar kecantikan yang mereka impikan,” ungkapnya.

Sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, promosi bedah estetika di media sosial semakin masif, menampilkan hasil transformasi fisik yang menakjubkan dan membentuk persepsi masyarakat terhadap kecantikan. Namun, di balik popularitasnya, terdapat berbagai aspek bioetika serta sudut pandang keagamaan yang perlu dipertimbangkan.

Webinar ini juga menyoroti bagaimana berbagai agama memandang bedah estetika. Dalam Islam, prosedur ini diperbolehkan jika bersifat rehabilitatif dan memberikan manfaat medis, namun menjadi terlarang apabila hanya bertujuan untuk mempercantik diri. Buddhisme menganggap bedah plastik sebagai sesuatu yang positif jika dilakukan untuk kepentingan kesehatan, tetapi kurang dianjurkan jika hanya demi estetika. Sementara itu, dalam ajaran Kristen Protestan dan Katolik, operasi plastik diperbolehkan untuk kebutuhan medis, seperti rekonstruksi akibat cacat lahir atau cedera. Adapun dalam agama Hindu, perubahan bentuk tubuh melalui bedah plastik tidak dianjurkan.

Dr. Prima menegaskan pentingnya penerapan prinsip bioetika dalam praktik bedah estetika. “Pasien memiliki hak untuk memutuskan menjalani operasi plastik selama tidak bertujuan menipu atau merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dokter pun wajib memberikan informed consent serta mempertimbangkan aspek etis, terutama bagi pasien yang tidak memiliki indikasi medis,” jelasnya.

Diskusi dalam webinar ini juga berkaitan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-3 tentang Good Health and Well-being serta tujuan ke-10 tentang Reduced Inequalities. Dengan meninjau bedah estetika dari sudut pandang bioetika, agama, dan kesehatan mental, kegiatan ini berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak sosial dari standar kecantikan yang dikonstruksi media sosial. Selain itu, webinar ini menjadi wadah edukasi bagi tenaga medis dan masyarakat untuk memahami pentingnya layanan kesehatan yang berlandaskan etika serta memastikan bahwa setiap tindakan medis, termasuk operasi plastik, memberikan manfaat nyata bagi kualitas hidup pasien dengan indikasi medis yang tepat.

Acara ini ditutup dengan pesan utama bahwa tenaga medis berperan besar dalam memberikan edukasi serta menegakkan standar etika dalam praktik bedah estetika. “Menjunjung tinggi etika dan moral dapat mendorong masyarakat untuk menerima diri mereka apa adanya. Operasi plastik bukan satu-satunya tolok ukur dalam mencapai kesempurnaan fisik,” pungkas Dr. Prima.

 

Reporter : Ardhini Nugrahaeni, M.K.M.
Editor : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Tags: Bioetika Humaniora RABOAN SDGs 10 SDGs 3

Leave A Comment Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

Berita lainnya

  • Childfree dibenarkan dalam Pandangan Etis? Diskusi Raboan CBMH FK-KMK UGM Angkat Topik Childfree dan Pilihan Reproduksi
    May 8, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Kata ‘Maaf’ Bisa Bikin Kacau? Tantangan Utama Komunikasi dalam Interprofessional Collaboration di Dunia Kesehatan
    April 24, 2025
  • Perlukah Imunisasi pada Bayi?
    April 22, 2025
  • kursus bioetika help batch 7 seri 1 Membangun Pemahaman Etika, Kemanusiaan, Hukum, dan Profesionalisme dalam Dunia Kesehatan Melalui Kursus Bioetika HELP Angkatan 7 Seri 1
    April 9, 2025
  • Komunikasi Kesehatan dan Tantangan Etika: Membangun Dialog yang Bertanggung Jawab
    March 21, 2025
Berita Selengkapnya
Universitas Gadjah Mada

Gedung Penelitian dan Pengembangan FKKMK UGM Lt. 1 Sayap Utara

0274 547489
cbmhfkugm@ugm.ac.id

© Center for Bioethics and Medical Humanities Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY

[EN] We use cookies to help our viewer get the best experience on our website. -- [ID] Kami menggunakan cookie untuk membantu pengunjung kami mendapatkan pengalaman terbaik di situs web kami.I Agree / Saya Setuju