• UGM
  • IT Center
Universitas Gadjah Mada Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH)
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Kami
    • Visi & Misi
    • Sejarah
    • Staf dan Afiliasi
      • Pimpinan
      • SDM
      • Kolaborator Nasional
      • Kolaborator Internasional
  • Berita & Acara
    • Acara Mendatang
  • Briefings & Publikasi
    • Journal Article
    • Book Chapter
    • Teaching Module
    • Project Report
    • Others
  • Riset & Projek
  • Pendidikan & Kursus
    • Magister Bioetika
    • Kursus
  • Bioethics Teacher
  • Kegiatan
    • Program Rutin
    • Konsultasi Klinis
  • IBHC 2024
  • UNESCO Chair on Bioethics
  • Karir
  • Beranda
  • Artikel Terbaru
Arsip:

Artikel Terbaru

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

AI untuk Memperkuat, Bukan Menggantikan: CBMH UGM Tekankan Etika Penggunaan Kecerdasan Buatan Untuk Tujuan Klinis

ActivityArtikel TerbaruBerita SDGs Thursday, 9 October 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Yogyakarta, 26 September 2025 — Perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kian pesat di dunia medis. Teknologi yang mampu menganalisis data pasien, memprediksi penyakit, hingga membantu dokter dalam diagnosis ini menawarkan potensi luar biasa. Namun di balik kecanggihannya, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana memastikan AI tetap berpihak pada kemanusiaan, bukan menggantikan peran manusia di ruang klinis?

Isu inilah yang menjadi sorotan dalam webinar bertajuk “From Data to the Bedside – Ethics in Using Artificial Intelligence for Clinical Purpose” yang diselenggarakan oleh Pusat Bioetika dan Humaniora Kesehatan (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK UGM) pada Jumat (26/9). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Visiting Professor Prof. Dick Willems dari Amsterdam UMC, dan diikuti oleh 233 peserta secara hybrid melalui Zoom dan Auditorium FKKMK UGM.

Webinar ini bertujuan memperdalam pemahaman tentang etika penggunaan AI di bidang klinik, dengan menyoroti aspek tanggung jawab moral, transparansi, dan tata kelola data dalam implementasinya.

Prof. Dick Willems membuka sesi dengan menekankan bahwa meski AI dapat membantu berpikir, nurani tetap milik manusia. Dalam pandangannya, AI harus menjadi alat yang memperkuat keputusan tenaga medis, bukan menggantikan. Ia juga menegaskan pentingnya penerapan prinsip etika medis klasik seperti do no harm, beneficence, autonomy, dan justice dalam setiap tahapan pengembangan dan penggunaan AI.

Sementara itu, dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D. menyoroti bahwa keandalan AI klinis bergantung pada kualitas dan tata kelola data yang baik. “AI yang dapat dipercaya bukan hanya soal kecanggihan algoritma, tetapi tentang transparansi, integrasi, dan keberpihakan pada keselamatan pasien,” ujarnya.

Di sisi lain, dr. Nur Azid Mahardinata, M.Bio.Et membahas perubahan dinamika etika di tingkat bedside. Menurutnya, tenaga medis kini perlu memahami bagaimana AI menjadi bagian dari pengambilan keputusan klinis, termasuk aspek transparansi terhadap pasien dan pembagian tanggung jawab antara pengembang, institusi, regulator, serta klinisi.

Diskusi interaktif yang berlangsung hangat menyoroti tantangan regulasi AI di Indonesia, kesiapan rumah sakit dalam digitalisasi data, serta pentingnya literasi digital dan etika bagi tenaga kesehatan.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Webinar ini ditutup dengan pesan penting: pengembangan AI di bidang medis harus dilakukan secara etis, transparan, dan berorientasi pada kemanusiaan, dengan kolaborasi lintas disiplin antara teknologi, kedokteran, kebijakan, dan etika.

Kegiatan ini juga sejalan dengan komitmen UGM dan CBMH dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) serta SDG 9 (Inovasi dan Infrastruktur), melalui pengembangan teknologi kesehatan yang etis, inklusif, dan berkelanjutan.

📺 Rekaman lengkap webinar ini dapat disaksikan di kanal YouTube CBMH UGM: ugm.id/bioethicswebinarseries2

 

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Menyatukan Etika Bisnis dan Etika Medis dalam Praktik Obstetri & Ginekologi

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Thursday, 4 September 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Seorang ibu datang ke rumah sakit dengan harapan mendapat pelayanan terbaik bagi dirinya dan bayinya. Namun, di balik keputusan medis yang diambil dokter, sering kali ada pertimbangan lain—mulai dari tekanan biaya, kebijakan asuransi, hingga target finansial rumah sakit. Bagaimana dokter bisa tetap menjaga integritas, sementara bisnis kesehatan tetap harus berjalan? Pertanyaan inilah yang menjadi sorotan utama dalam Raboan Discussion Forum yang diselenggarakan oleh Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) UGM pada Rabu, 27 Agustus 2025, pukul 13.00–14.30 WIB.

Mengusung tema “Integrating Business Ethics and Medical Ethics in Obstetrics & Gynecology Practice”, forum ini menghadirkan Prof. Dr. dr. Rajuddin, SpOG(K), Subsp. FER sebagai pembicara utama, dengan NS Wahyu Dewi Sulistyarini, M.S.N. bertindak sebagai moderator.

Dalam pemaparannya, Prof. Rajuddin menekankan pentingnya keseimbangan antara etika medis dan etika bisnis dalam praktik Obstetri dan Ginekologi. Isu seperti overtreatment demi target finansial, diskriminasi pasien berdasarkan status ekonomi, hingga risiko komersialisasi layanan fertilitas menjadi contoh nyata bagaimana dilema etis kerap muncul di ruang praktik.

Lebih jauh, beliau menggarisbawahi bahwa etika bisnis yang dijalankan dengan benar justru dapat memperkuat etika medis. Skema cross-subsidy misalnya, dapat memastikan keadilan akses bagi pasien kurang mampu, sementara keuntungan dari layanan premium dapat dialokasikan untuk peningkatan mutu fasilitas, riset, dan pelatihan tenaga medis.

Diskusi ini juga dikaitkan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3: Good Health and Well-being serta SDG 10: Reduced Inequalities. Dengan mengintegrasikan etika bisnis dan medis, sistem kesehatan diharapkan mampu menyediakan layanan yang berkelanjutan, adil, dan bermartabat, sekaligus memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi kesehatan.

Acara ini mendapat sambutan luas, diikuti oleh peserta dari berbagai instansi, rumah sakit, lembaga pendidikan, dan organisasi kesehatan dari seluruh Indonesia. Keberagaman latar belakang peserta memperkaya diskusi, menghadirkan perspektif lintas disiplin yang semakin menegaskan relevansi topik ini dalam praktik kesehatan sehari-hari.

Melalui forum rutin ini, CBMH UGM berkomitmen untuk terus menghadirkan diskusi kritis dan solutif mengenai isu-isu bioetika dan humaniora kesehatan, demi mendukung tercapainya layanan kesehatan yang lebih adil, berkualitas, dan berkelanjutan di Indonesia.

Tonton selengkapnya di Youtube CBMH UGM:

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=WImScaUqbO4[/embedyt]

Reporter: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Kader Hebat, Komunitas Kuat: Pelatihan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat untuk Desa Peduli Disabilitas

ActivityArtikel TerbaruBerita SDGsPengabdian Masyarakat Thursday, 14 August 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Pusat Bioetika dan Humaniora Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (CBMH FK-KMK UGM) sukses menyelenggarakan pengabdian masyarakat berupa Pelatihan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat di Balai Kalurahan Gading, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunung Kidul pada Rabu, 13 Agustus 2025. Kegiatan ini diketuai oleh Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, M.A. dan dimonitor langsung oleh Ema Madyaningrum, S.Kep. Ns., M.Kes., Ph.D.  dengan dukungan penuh dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Puskesmas Playen I, Puskesmas Playen II dan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Pelatihan ini melibatkan kader kesehatan dari Desa Gading dan Desa Plembutan sebagai peserta utama. Materi yang disampaikan mencakup sosialisasi ragam disabilitas, pelatihan komunikasi asertif (PEKA) disabilitas, pelatihan perawatan diri disabilitas, dan penanganan kegawatdaruratan pada disabilitas. Seluruh materi dirancang untuk membekali kader dengan pengetahuan dan keterampilan praktis dalam mendukung penyandang disabilitas, khususnya di tingkat desa yang menjadi garda terdepan layanan kesehatan berbasis komunitas. Peserta juga dibekali dengan buku PEKA Disabilitas sebagai Panduan Monitoring Kesehatan dan Komunikasi Asertif Disabilitas.

Latar belakang pelatihan ini bermula dari tingginya angka disabilitas psikososial di wilayah Gunung Kidul, yang memerlukan pendekatan komprehensif dan berkelanjutan. Keterbatasan fasilitas dan minimnya pemahaman masyarakat kerap membuat penyandang disabilitas terisolasi, bahkan menghadapi risiko keselamatan yang lebih tinggi. Melalui pelatihan ini, diharapkan kader desa dapat menjadi agen perubahan yang mampu menginisiasi program inklusi, mengurangi stigma, dan memberikan pendampingan yang tepat.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Adapun puncak kegiatan yang nantinya akan dilaksanakan berupa Cek Kesehatan Gratis untuk disabilitas serta Deklarasi Desa Peduli Disabilitas di Kalurahan Gading dan Kalurahan Plembutan. Deklarasi ini menjadi simbol komitmen bersama antara pemerintah desa, kader, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas. Langkah ini juga memperkuat jejaring kolaborasi lintas sektor demi terciptanya desa yang peduli bagi semua warganya.

Kegiatan ini selaras dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), Tujuan 4 (Pendidikan Berkualitas), dan Tujuan 10 (Berkurangnya Kesenjangan). Pelatihan rehabilitasi berbasis masyarakat ini diharapkan tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek bagi peserta, tetapi juga menjadi model pemberdayaan desa yang dapat direplikasi di wilayah lain, sehingga semakin banyak desa di Indonesia yang peduli dan peduli terhadap penyandang disabilitas.

 

Reporter: Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc

Editor: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Tantangan Etika Keperawatan pada Kasus Penyakit yang Mengancam Jiwa

ActivityArtikel TerbaruBerita SDGs Tuesday, 12 August 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Di tengah perjalanan merawat pasien dengan penyakit yang mengancam jiwa, perawat sering berada di posisi yang tidak mudah. Mereka menjadi pendengar, penghubung antara pasien dan tim medis, sekaligus pemberi dukungan bagi keluarga yang sedang cemas. Dalam situasi ini, perawat dihadapkan pada tantangan untuk tetap menjalankan tugas dengan penuh empati, sambil memegang teguh prinsip etika keperawatan. Inilah yang menjadi fokus pembahasan Webinar Bioethics Series pada Sabtu, 9 Agustus 2025, dengan tema Etika Keperawatan pada Penyakit yang Mengancam Jiwa.

Diselenggarakan oleh Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kesehatan (Center for Bioethics and Medical Humanities/CBMH) dan bekerja sama dengan PKMK FK-KMK UGM melalui platform Zoom Meeting, acara ini menghadirkan lima narasumber dari berbagai latar belakang keilmuan untuk membahas dimensi etika keperawatan secara komprehensif—dari perspektif klinis, budaya, spiritual, hingga hukum.

Acara dibuka dengan sambutan Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, M.A (Direktur CBMH FK-KMK UGM). Selanjutnya, Prof. Dr. Christiantie Effendy, S.Kp., M.Kes membuka rangkaian sesi dengan pembahasan Etika Keperawatan pada Penyakit yang Mengancam Jiwa.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Materi berlanjut dengan dr. RM. Agit Sena Adisetiaji, Sp.Pd, Subsp.H.Onk.M(K) yang mengupas Menyeimbangkan Otonomi Pasien dan Rekomendasi Medis. Prof. Hartiah Haroen, S.Kp., M.Ng., M.Kes., Ph.D kemudian membahas Pendekatan Paliatif Dini dalam Perspektif Budaya dan Etika, diikuti Prof. Erna Rochmawati, Ns., MNSc., M.Med.Ed., Ph.D yang menyoroti Dimensi Spiritualitas dalam Etika dan Perawatan Paliatif.

Sesi terakhir dibawakan oleh Sunarso Efendi, AMK., S.H., M.H, yang memaparkan Pertimbangan Hukum dan Etika dalam Asuhan Keperawatan untuk Penyakit yang Mengancam Jiwa. Seluruh sesi dipandu oleh moderator NS. Wahyu Dewi Sulistyarini, MSN dan Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc, serta disertai diskusi interaktif bersama peserta.

Webinar ini menjadi ruang kolaborasi pengetahuan antara praktisi kesehatan, akademisi, dan peserta dari berbagai wilayah untuk memperkuat pemahaman etika keperawatan dalam menghadapi kasus-kasus kompleks yang mengancam jiwa. Acara ini diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai wilayah di Indonesia, mewakili institusi kesehatan, pendidikan, dan organisasi profesi. CBMH UGM berkomitmen untuk terus menghadirkan seri webinar yang relevan dengan tantangan bioetika dan humaniora kesehatan, sejalan dengan upaya peningkatan kualitas layanan kesehatan yang inklusif dan berkeadilan.

Kegiatan ini juga berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera), SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), dan SDG 10 (Mengurangi Ketimpangan). Melalui edukasi etika keperawatan yang terstruktur dan berbasis bukti, CBMH UGM mendorong penguatan kapasitas tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan yang bermartabat, inklusif, dan berkesinambungan bagi semua lapisan masyarakat.

Reporter : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

 

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Langkah Awal CBMH UGM untuk Wujudkan Desa Inklusif di Gunungkidul

ActivityArtikel TerbaruBerita SDGsPengabdian Masyarakat Tuesday, 12 August 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kesehatan (Center for Bioethics and Medical Humanities/CBMH) Universitas Gadjah Mada memulai tahap awal kegiatan pengabdian masyarakat yang berfokus pada pemetaan data dan informasi desa disabilitas di Kabupaten Gunungkidul. Kegiatan ini dilaksanakan pada Kamis, 10 Juli 2025, dengan kunjungan lapangan ke Puskesmas Playen 1 dan Puskesmas Playen 2, serta ke Kantor Kelurahan Gading.

Tahap awal ini bertujuan untuk mengumpulkan data dasar mengenai jumlah, sebaran, dan kondisi warga penyandang disabilitas di wilayah tersebut, termasuk layanan kesehatan, dukungan sosial, dan fasilitas publik yang tersedia. Informasi yang diperoleh akan menjadi dasar perencanaan program intervensi, pelatihan, dan pendampingan yang lebih tepat sasaran pada tahap berikutnya.

Menurut perwakilan tim CBMH UGM, pemetaan ini sangat penting untuk memastikan bahwa program pengabdian masyarakat dapat disusun sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan, serta melibatkan lintas sektor mulai dari tenaga kesehatan, aparat desa, hingga komunitas lokal.

Program pengabdian masyarakat ini merupakan bagian dari komitmen CBMH UGM dalam mewujudkan inklusi sosial dan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya kelompok rentan seperti penyandang disabilitas. Selanjutnya, CBMH UGM akan mengolah data hasil survei awal ini dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengembangkan rencana aksi yang berkelanjutan.

Akademik Yes, Empati No? Ayo Tinjau Ulang Seleksi Kedokteran

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Thursday, 7 August 2025

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=BkXCjorx9Ug[/embedyt]

Yogyakarta, 6 Agustus 2025 — Kualitas pelayanan kesehatan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas tenaga medisnya, terutama para dokter yang berada di garda depan sistem kesehatan. Namun, di balik pencapaian seorang dokter, terdapat proses seleksi yang menentukan siapa yang mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan kedokteran. Di tengah meningkatnya kebutuhan tenaga medis yang berintegritas dan memiliki empati tinggi, muncul pertanyaan mendasar: apakah sistem seleksi mahasiswa baru Fakultas Kedokteran (FK) di Indonesia sudah sesuai dengan kebutuhan zaman?

Isu strategis ini menjadi fokus dalam kegiatan rutin Raboan Discussion Forum pada Rabu, 6 Agustus 2025, yang mengangkat tema “Seleksi Mahasiswa Baru FK: Sudah Tepatkah?”. Acara ini menghadirkan pembicara dr. Hikmah Muktamiroh, MMedEd, SpKKLP, Subsp COPC, yang memaparkan secara komprehensif mengenai dinamika seleksi mahasiswa kedokteran di Indonesia, membandingkannya dengan praktik di negara maju, serta menawarkan berbagai langkah inovatif untuk perbaikan.

Dalam paparannya, dr. Hikmah menyoroti bahwa seleksi mahasiswa FK di Indonesia masih sangat bertumpu pada aspek kognitif, dengan kurangnya penilaian terhadap nilai-nilai etik dan empati. Hal ini berpotensi menghasilkan lulusan yang hanya unggul secara akademik, namun belum tentu memiliki kesiapan untuk menghadapi dinamika hubungan antar manusia dalam praktik klinis

Kesenjangan akses bagi siswa dari daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), komersialisasi pendidikan, serta belum adanya standar nasional seleksi non-akademik juga turut menjadi tantangan serius. Sebagai pembanding, dr. Hikmah mengulas praktik seleksi di negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada, yang sudah mengintegrasikan Multiple Mini Interview (MMI), tes kepribadian, hingga seleksi berbasis empati dan komunikasi.

Di akhir sesi, disampaikan beberapa usulan reformasi kebijakan seleksi FK, antara lain: penguatan asesmen soft skills, afirmasi bagi siswa dari daerah 3T, pelatihan bagi dosen pewawancara, serta pelibatan organisasi profesi dan pakar bioetika dalam penyusunan sistem seleksi yang lebih adil dan berorientasi masa depan.

Topik ini menjadi sangat relevan dalam konteks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3: Good Health and Well-being, serta SDG 4: Quality Education dan SDG 10: Reduced Inequalities. Reformasi seleksi pendidikan kedokteran yang inklusif, etis, dan berkeadilan menjadi fondasi penting dalam memastikan setiap warga negara, tanpa terkecuali, dapat mengakses layanan kesehatan yang berkualitas dari tenaga medis yang kompeten dan berintegritas.

 Reporter : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Editor : Alvira Rahmasari, SHG

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Healing Garden Therapy Hadirkan Sinergi Komunitas dalam Melawan Ageisme

Generation in Bloom: Kolaborasi Lintas Generasi Melawan Ageisme Lewat Healing Garden Therapy di Salam Wetan, Bantul

Artikel TerbaruBerita SDGsPengabdian Masyarakat Monday, 4 August 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Healing Garden Therapy Hadirkan Sinergi Komunitas dalam Melawan Ageisme

Bantul, 3 Agustus 2025 – Tim Pengabdian Masyarakat dari Center for Bioethics and Medical Humanities FK-KMK Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan rangkaian kegiatan Healing Garden Therapy bertajuk “Generation in Bloom: Combating Ageism through Healing Gardens” di Dusun Salam Wetan, Bangunjiwo, Bantul. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan untuk menciptakan ruang sehat dan ramah lansia melalui pendekatan “healing garden”, serta sebagai media edukasi lintas usia untuk mengatasi stigma dan diskriminasi usia (ageism).

Kegiatan yang berlangsung pada hari Minggu ini diawali sejak pukul 07.00 WIB dengan gotong royong tahap keenam. Masyarakat dan tim pengabdi bersama-sama merakit instalasi hidroponik dan memasang batu bata taman sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan taman penyembuhan. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sesi pembukaan resmi serta pengenalan buku Monitoring Kesehatan Lansia Versi Ageisme, yang dirancang sebagai alat bantu sederhana bagi keluarga maupun kader untuk memantau kondisi kesehatan lansia secara berkala.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Healing Garden Therapy Hadirkan Sinergi Komunitas dalam Melawan Ageisme

Sebagai bentuk evaluasi dan pendampingan, kegiatan ini juga dipantau langsung oleh tim monitoring dan evaluasi (monev) dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM. Susy Heri Pertiwi, AMd, selaku perwakilan tim monev, turut hadir dan mengikuti jalannya kegiatan hingga sesi peluncuran buku. Dalam komentarnya, ia menyampaikan apresiasi atas keterlibatan aktif masyarakat dan perkembangan program yang terus menunjukkan hasil positif. “Kegiatan seperti ini sangat potensial untuk dikembangkan lebih luas, termasuk dalam bentuk kolaborasi dengan puskesmas, terutama untuk meningkatkan literasi kesehatan dan keterlibatan komunitas dalam perawatan lansia,” ujarnya.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan tim pengabdian masyarakat Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) FK-KMK UGM, yaitu Mahmasoni Masdar, Ardhini Nugrahaeni, Ika Setyasari, Rafi Khairuna Wibisono dan Desi Atika, yang turut mendorong pendekatan etis dan humanis dalam pembangunan berbasis komunitas.

Program Healing Garden Therapy ini menjadi bagian dari kontribusi nyata terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin 3 (Good Health and Well-being) dan 10 (Reduced Inequalities), dengan menciptakan ruang sehat, inklusif, dan ramah lansia melalui pendekatan lintas generasi dan ekologi sosial.

Reporter : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Membahas “Nrima”: Nilai Budaya Jawa yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Friday, 1 August 2025

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Universitas Gadjah Mada kembali mengadakan kegiatan rutin mingguan Raboan Research and Perspective Sharing pada Rabu, 30 Juli 2025. Acara ini dilakukan secara daring melalui Zoom Meeting dan membahas topik yang sangat relevan saat ini, yaitu “Nrima – a Particular Javanese Value and its Impact on Healthcare”. Narasumber utama pada acara ini adalah drg. Agnes Bhakti Pratiwi,MPH,Ph.D, dosen FK-KMK UGM, dan dimoderatori oleh Ardhini Nugrahaeni,M.K.M

Konsep nrima yang berarti penerimaan tulus terhadap keadaan termasuk penyakit telah mengakar kuat dalam masyarakat Jawa. Nilai ini mencerminkan ketabahan, kesabaran, serta kemampuan adaptif seseorang dalam menghadapi situasi sulit. Dalam konteks kesehatan, nrima dapat mendorong pasien untuk lebih tabah dan patuh dalam menjalani pengobatan jangka panjang, sekaligus mendukung kesehatan mental pasien dalam menghadapi kondisi kronis atau tidak dapat diubah.

Namun, kajian ini juga mengangkat sisi lain dari nrima yang menimbulkan tantangan etis, terutama dalam hal otonomi pasien dan komunikasi dokter-pasien. Pasien yang nrima cenderung pasif, tidak mengungkapkan keluhan secara lengkap, dan tidak menanyakan informasi lebih lanjut dari dokter. Akibatnya, dokter pun dapat memberikan penjelasan yang minim, sehingga berisiko mengurangi kualitas informasi medis yang diterima pasien.

“Dalam konteks SDG 3 tentang ‘Kehidupan Sehat dan Sejahtera’, sangat penting bagi sistem kesehatan untuk tidak hanya memahami nilai budaya lokal seperti nrima, tetapi juga menyeimbangkannya dengan pemenuhan hak-hak pasien,” ujar drg. Agnes. Ia menambahkan, “Tanpa pendekatan komunikasi yang sensitif budaya, kita bisa tidak sengaja menurunkan otonomi pasien dan melemahkan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan medis.”

Lebih jauh, fenomena ini juga bersinggungan dengan SDG 10 mengenai ‘Pengurangan Ketimpangan’. Pasien dari latar belakang budaya tertentu, seperti masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi nilai nrima, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami ketimpangan akses terhadap informasi medis yang lengkap dan pengambilan keputusan yang setara.

Sebagai solusi, drg. Agnes menyarankan edukasi tentang hak-hak pasien, pelatihan bagi tenaga kesehatan untuk menggunakan komunikasi yang sensitif terhadap budaya, dan pemberdayaan pasien untuk lebih berani bertanya dan menyuarakan kebutuhan mereka. Dengan demikian, perawatan kesehatan dapat menjadi lebih inklusif, adil, dan efektif.

Kajian ini menjadi bagian penting dari upaya memperkuat pendekatan locally rooted, globally respected menanamkan nilai lokal dalam sistem kesehatan nasional, namun tetap menjunjung tinggi prinsip etika global.

Reporter : Ardhini Nugrahaeni,M.K.M
Editor : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Belajar Sejarah: Fondasi Krusial untuk Masa Depan Berkelanjutan dan Beretika

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Friday, 18 July 2025

Yogyakarta, 17 Juli 2025 – Di tengah dunia yang terus berubah dengan cepat, mempelajari sejarah bukan hanya tentang mengingat masa lalu, namun juga memahami arah masa depan. Sejarah memberi kita pelajaran penting, termasuk nilai-nilai etika dan keadilan. Prinsip “Jas Merah” (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah) sangat relevan dalam diskusi Raboan Research and Perspective Sharing kali ini, yang mengangkat tema terkait “Ethical Considerations in Historical Research: Locating Archives and Conducting Interviews.” Raboan kali ini menghadirkan Professor Hans Pols dari University of Sydney dan dimoderatori oleh Ns. Wahyu Dewi Sulistyarini, M.S.N., dari CBMH UGM.

Prof. Hans menjelaskan bahwa sejarah kini tak lagi hanya diceritakan dari sudut pandang para penguasa atau elit. Kini, sejarah juga menjadi ruang untuk mengangkat suara-suara yang selama ini terpinggirkan, seperti perempuan, buruh, dan kelompok etnis minoritas, sehingga dapat memberi kita pandangan yang lebih luas dan adil tentang masa lalu.

Prof. Hans juga menekankan pentingnya arsip sebagai sumber informasi penting tentang peristiwa dan tokoh masa lalu. Namun, penggunaan arsip juga menghadirkan tantangan etis. Contohnya, arsip koran Hindia Belanda di Delpher.nl memang kaya akan data, namun masih berbahasa Belanda dan cenderung mewakili sudut pandang kolonial. Oleh karena itu, penting untuk melengkapinya dengan sumber-sumber lain yang merefleksikan pengalaman dan suara dari berbagai kelompok masyarakat di Indonesia, termasuk melalui sejarah lisan yang lebih inklusif dan memperhatikan keberagaman perspektif.

Menurut Prof. Hans, etika dalam penulisan sejarah berarti kita harus berani menggali cerita-cerita yang tak biasa dan selama ini terlupakan atau tersembunyi dalam “keheningan” sejarah. Kita juga perlu memastikan bahwa buku, jurnal, dan database Sejarah serta pengetahuan bisa diakses oleh semua orang.

Topik ini berkaitan erat dengan beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), yaitu SDG 4: Pendidikan Berkualitas, dengan mendorong pemahaman sejarah yang kritis dan inklusif, SDG 10: Mengurangi Ketimpangan, dengan mengangkat kisah kelompok-kelompok yang selama ini tersisih, serta SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Tangguh, dengan memahami akar konflik dan mendorong tata kelola yang lebih adil dan transparan.

Ketika kita belajar dari sejarah di masa lalu, maka kita dapat menyusun langkah-langkah yang lebih bijak untuk masa depan. Masa depan yang tidak hanya maju, namun juga beretika, adil, dan menghargai keberagaman.

 

Reporter: Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc

Editor: Alvira Rahmasari, S.H.G.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=RdRt8uXzkK8[/embedyt]

Melayani Tanpa Jarak: Peluang dan Tantangan Telemedisin Setelah UU Baru

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Monday, 14 July 2025

Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Universitas Gadjah Mada kembali mengadakan kegiatan rutin mingguan Raboan Research and Perspective Sharing pada Rabu, 9 Juli 2025. Acara ini dilakukan secara daring melalui Zoom Meeting dan membahas topik yang sangat relevan dengan perkembangan layanan kesehatan saat ini, yaitu “Telemedisin Pasca UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan”. Narasumber utama pada acara ini adalah dr. Febriyolla SK Sjaawalz, MH, CIIQA, dosen Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta, dan dimoderatori oleh NS Wahyu Dewi Sulistyarini, M.S.N.

Dalam presentasinya, dr. Febriyolla menjelaskan bahwa teknologi digital telah banyak mengubah cara layanan kesehatan diberikan. Salah satu contohnya adalah telemedicine atau layanan kesehatan jarak jauh yang memanfaatkan teknologi komunikasi. Pandemi COVID-19 mempercepat penggunaan layanan ini karena masyarakat dan tenaga kesehatan perlu mencari cara yang aman untuk tetap mendapatkan dan memberikan pelayanan medis.

Kini, setelah disahkannya UU No. 17 Tahun 2023, layanan telemedisin memiliki payung hukum yang lebih jelas. Undang-undang ini mengakui bahwa telemedisin adalah bagian dari pelayanan kesehatan resmi di Indonesia. Pelaksanaannya pun harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan di fasilitas yang telah diakui. Selain itu, undang-undang juga menekankan pentingnya menjaga mutu layanan, serta melindungi keamanan dan kerahasiaan data pasien.

Melalui acara ini, peserta juga diajak untuk memahami keuntungan dari telemedisin, seperti akses layanan kesehatan yang lebih luas, terutama untuk masyarakat di daerah terpencil, serta efisiensi dari segi waktu dan biaya. Namun, dr. Febriyolla juga mengingatkan adanya tantangan, seperti keterbatasan infrastruktur digital, kekhawatiran terhadap ketepatan diagnosis tanpa pemeriksaan langsung, dan risiko kebocoran data medis pasien.

Dari sisi hukum dan etika, layanan telemedisin tetap harus mematuhi aturan yang ada, termasuk pentingnya persetujuan pasien (informed consent) dan penyimpanan rekam medis yang aman. Jika terjadi pelanggaran etik atau hukum, proses penegakan tetap berlaku sebagaimana praktik kedokteran pada umumnya.

Topik ini juga berkaitan erat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), terutama SDG 3 tentang kesehatan dan kesejahteraan, SDG 9 tentang inovasi dan infrastruktur, serta SDG 10 tentang pengurangan kesenjangan. Telemedisin berperan penting dalam memperluas akses layanan kesehatan secara merata dan adil, termasuk ke wilayah-wilayah yang sulit dijangkau.

Melalui Raboan ini, CBMH UGM terus berupaya menghadirkan diskusi yang tidak hanya penting secara akademik, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat luas. Telemedisin bukan sekadar teknologi baru, tetapi bagian dari perubahan besar dalam cara kita memahami dan memberikan pelayanan kesehatan yang lebih inklusif, aman, dan berkeadilan.

Reporter: Alvira Rahmasari, S.H.G.

Editor: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=Bw1BkI_ePdU[/embedyt]

123…11

Berita lainnya

  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS AI untuk Memperkuat, Bukan Menggantikan: CBMH UGM Tekankan Etika Penggunaan Kecerdasan Buatan Untuk Tujuan Klinis
    October 9, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Dilema Etis di Balik Teknologi Neuroenhancement dan Modifikasi Otak
    September 22, 2025
  • HELP COURSE BATCH 7 SERI 3 - BIOETIKA - ETIKA PENELITIAN HELP Course Batch 7 – 3rd Series Kupas Etika Penelitian Kesehatan
    September 9, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Menyatukan Etika Bisnis dan Etika Medis dalam Praktik Obstetri & Ginekologi
    September 4, 2025
  • kursus bioetika help batch 7 seri 3 ✨ HELP COURSE BATCH 7 – 3RD SERIES ✨
    August 14, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Kader Hebat, Komunitas Kuat: Pelatihan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat untuk Desa Peduli Disabilitas
    August 14, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Tantangan Etika Keperawatan pada Kasus Penyakit yang Mengancam Jiwa
    August 12, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Langkah Awal CBMH UGM untuk Wujudkan Desa Inklusif di Gunungkidul
    August 12, 2025
  • Akademik Yes, Empati No? Ayo Tinjau Ulang Seleksi Kedokteran
    August 7, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Healing Garden Therapy Hadirkan Sinergi Komunitas dalam Melawan Ageisme Generation in Bloom: Kolaborasi Lintas Generasi Melawan Ageisme Lewat Healing Garden Therapy di Salam Wetan, Bantul
    August 4, 2025
Universitas Gadjah Mada

Gedung Penelitian dan Pengembangan FKKMK UGM Lt. 1 Sayap Utara

0274 547489
cbmhfkugm@ugm.ac.id

© Center for Bioethics and Medical Humanities Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY