Yogyakarta, 12 Februari 2025 – Raboan Perspective Sharing kembali hadir dengan diskusi yang mengangkat isu mendalam dalam bioetika bertajuk “FOR ALL HUMANITY: Toward a Culturally Sensitive Bioethics”. Acara ini menghadirkan Prof. Syafaatun Almirzanah, MA, M.Th, Ph.D, D.Min, Ketua Center for Spirituality, Science and Humanity, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sebagai pembicara utama. Diskusi ini dimoderatori oleh dr. Galuh Dyah Fatmala dari Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM serta UNESCO Chair on Bioethics UGM.
Webinar ini menyoroti pentingnya pendekatan bioetika yang sensitif terhadap budaya dalam masyarakat yang semakin plural dan kompleks. Bioetika tidak hanya terbatas pada dunia kedokteran, tetapi juga mencakup berbagai disiplin ilmu, termasuk sosial, politik, dan agama. Dalam pemaparannya, Prof. Syafaatun menegaskan bahwa pemahaman bioetika harus memperhitungkan pluralitas identitas yang ada di masyarakat, mengingat setiap individu membawa nilai-nilai budaya, agama, dan sosial yang beragam.
Salah satu poin penting yang dibahas adalah bagaimana pluralitas identitas dalam masyarakat harus dihargai dan dihormati. Dalam konteks ini, Prof. Syafaatun menyoroti pentingnya demokrasi yang inklusif dan partisipasi aktif dari semua golongan untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih adil. Selain itu, diskusi juga membahas hak asasi manusia dalam perspektif bioetika, termasuk akses yang setara terhadap layanan kesehatan dan pendidikan tanpa diskriminasi.
Diskusi ini memiliki relevansi yang erat dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, serta SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. Bioetika yang sensitif terhadap budaya dapat memastikan bahwa layanan kesehatan diberikan secara adil dan bermartabat, sehingga mendukung kesejahteraan semua individu tanpa memandang latar belakang mereka. Selain itu, melalui perspektif pluralitas, diskusi ini juga menekankan pentingnya membangun institusi yang inklusif dan kuat dalam mendukung keberlanjutan sistem kesehatan dan sosial yang lebih baik.
Sesi diskusi juga menyoroti berbagai dilema etika dalam dunia medis, seperti euthanasia, physician-assisted suicide, serta tantangan dalam transplantasi organ. Prof. Syafaatun menekankan bahwa meskipun terdapat berbagai pandangan dalam isu-isu ini, penting untuk selalu mempertimbangkan aspek keadilan, empati, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Dengan adanya diskusi ini, CBMH UGM berharap dapat terus mendorong pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya bioetika yang inklusif dan berbasis budaya. Kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan masyarakat luas menjadi kunci dalam mewujudkan sistem bioetika yang lebih adil dan berkelanjutan di masa depan.
Diskusi Raboan kali ini kembali menegaskan bahwa pendekatan bioetika yang sensitif terhadap budaya merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis. Dengan memahami interaksi antara identitas budaya, agama, dan nilai-nilai sosial, kita dapat menciptakan sistem etika yang lebih manusiawi dan berkeadilan untuk semua.
Reporter ; Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom
Editor : Alvira Rahmasari, S.H.G.