Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FKKMK UGM) turut berpartisipasi dalam kegiatan International Bioethics Symposium and Workshop yang diselenggarakan pada 3–4 Juli 2025 di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Tiga orang delegasi dari CBMH FKKMK UGM yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, M.A., dr. Agnes Bhakti Pratiwi, MPH, PhD, dan Ardhini Nugrahaeni, M.K.M.
Acara ini mengangkat tema besar “Rehumanizing the Health System for Prosperous and Fair Services for Patients, Health Workers and the Global Community”, dengan tujuan memperkuat dimensi etika dan keadilan dalam reformasi sistem kesehatan global. Diselenggarakan secara kolaboratif oleh Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dan Harvard Medical School Center for Bioethics, simposium dan workshop ini menjadi forum penting bagi akademisi, praktisi, dan pengambil kebijakan untuk bertukar gagasan mengenai pendekatan etik yang humanistik dan inklusif dalam pelayanan kesehatan.
Dalam simposium yang berlangsung pada 3 Juli 2025, hadir sejumlah pembicara ternama di bidang bioetika, antara lain Professor Roger Yat-Nork Chung (Co-Director, Centre for Bioethics, The Chinese University of Hong Kong), Dr. Tan Hui Siu (Hospital Ethics Support Service, Ministry of Health of Malaysia), Rebecca Brendel, MD, JD (Director, Harvard Medical School Center for Bioethics), dan J. Wesley Boyd, MD, PhD (Director of Education, Harvard Medical School Center for Bioethics). Pembicara nasional yang juga turut berkontribusi adalah Prof. Dr. dr. Tri Nur Kristina, DMM, M.Kes dan Dr. I. Edward Kurnia Setiawan, keduanya dari Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Symposium ini menekankan penerapan bioetika dalam praktik medis, pendidikan, kebijakan kesehatan, dan media sosial, dengan memperhatikan pentingnya nilai-nilai moral, keberagaman perspektif, serta perlindungan terhadap hak dan martabat pasien.
Bioetika merupakan studi interdisipliner yang membahas isu-isu etika dalam ilmu kehidupan, kesehatan, teknologi, dan kebijakan, di mana peran dokter tidak hanya terbatas pada perawatan pasien tetapi juga mencakup kontribusi dalam komunitas dan kebijakan publik. Dalam konteks Indonesia, pendekatan bioetika harus mempertimbangkan keberagaman agama, budaya, nilai lokal, hukum kesehatan, KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia), serta Pancasila sebagai dasar negara. Framing thought mencakup traditional core duty (hubungan dokter-pasien), expanding role (masyarakat dan sistem), Ethical tensions (konflik nilai dan prinsip), serta boundaries of responsibility. Landasan global bioetika mencakup Sumpah Hipokrates, prinsip etika Tiongkok Kuno, prinsip Barat, WMA, dan AMA. Etika holistik diperlukan untuk menggabungkan rasionalitas dengan aspek emosi, spiritualitas, hubungan sosial, serta nilai-nilai budaya lokal. Dalam praktik klinis, etika kesehatan mental tenaga medis menjadi penting untuk menciptakan sistem kerja yang suportif dan empatik, seperti ditunjukkan oleh lima langkah terkait well being dokter dari Center for Bioethics Harvard yang mengedepankan otonomi, beneficence, non-maleficence, dan penghormatan terhadap martabat manusia.
Etika klinis terdiri dari pendekatan tradisional dan modern, seperti prinsip, deontologi, etika kebajikan, kasuistri, etika feminis, mikroetika, dan hak asasi manusia, dengan kerangka utama prinsiplisme dan etika kebajikan. Penanganan dilema etik dilakukan berdasarkan tingkat urgensi, didukung ruang moral yang dibangun melalui integrasi etika dalam praktik, pendidikan, dan kebijakan.
Dalam perawatan akhir hayat, bioetika juga perlu sensitif terhadap keragaman moral dan spiritual pasien yang dipengaruhi oleh kepercayaan dan tradisi keagamaan di Indonesia. Etika naratif menjadi penting untuk memahami cerita hidup pasien, nilai-nilai yang mereka pegang, dan bagaimana mereka memaknai sakit dan kematian, sehingga keputusan klinis lebih bermakna dan sesuai konteks.
Dalam pendidikan kedokteran, paradigma telah bergeser dari pendekatan konvensional (Tri dharma) menuju pendidikan tinggi transformatif yang relevan dengan SDGs, yang dapat memperkuat mutu, pemerataan akses, dan didukung Academic Health System.
Sesi workshop pada 4 Juli 2025 terbagi menjadi dua topik utama, yaitu “How to Teach Bioethics” yang membahas strategi dan pendekatan interdisipliner dalam pengajaran bioetika, serta “Clinical Ethics Consultations” yang mengupas keterampilan menghadapi dilema etik dalam praktik klinik. Workshop ini difasilitasi oleh para pakar bioetika dari berbagai institusi, di antaranya Rebecca Brendel, Roger Chung, Dr. Amalia Muhaimin, M.Sc (Universitas Jenderal Soedirman), J. Wesley Boyd, Dr. Tan Hui Siu, dan dr. Raditya Bagas Wicaksono (Universitas Jenderal Soedirman / University of Amsterdam).
Keterlibatan CBMH FKKMK UGM dalam forum ini mencerminkan komitmen institusi dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3 (Good Health and Well-being) dan SDG 10 (Reduced Inequalities), melalui penguatan kapasitas akademik dan jejaring kerja sama di bidang bioetika. Melalui partisipasi aktif dalam diskusi dan pertukaran gagasan lintas negara, CBMH FKKMK UGM terus mendorong pengembangan sistem kesehatan yang lebih adil, bermartabat, dan responsif terhadap tantangan etik di tingkat lokal maupun global.
Reporter : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom
Editor : Ardhini N, MKM