• UGM
  • IT Center
Universitas Gadjah Mada Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH)
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan
Universitas Gadjah Mada
  • Tentang Kami
    • Visi & Misi
    • Sejarah
    • Staf dan Afiliasi
      • Pimpinan
      • SDM
      • Kolaborator Nasional
      • Kolaborator Internasional
  • Berita & Acara
    • Acara Mendatang
  • Briefings & Publikasi
    • Journal Article
    • Book Chapter
    • Teaching Module
    • Project Report
    • Others
  • Riset & Projek
  • Pendidikan & Kursus
    • Magister Bioetika
    • Kursus
  • Bioethics Teacher
  • Kegiatan
    • Program Rutin
    • Konsultasi Klinis
  • IBHC 2024
  • UNESCO Chair on Bioethics
  • Karir
  • Beranda
  • Artikel Terbaru
  • page. 3
Arsip:

Artikel Terbaru

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS

Kata ‘Maaf’ Bisa Bikin Kacau? Tantangan Utama Komunikasi dalam Interprofessional Collaboration di Dunia Kesehatan

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Thursday, 24 April 2025

Rabu, 23 April 2025 — Telah berlangsung Raboan Research and Perspective Sharing dengan topik “Tantangan Komunikasi Interprofessional Collaboration (IPC) dalam Dunia Kesehatan.” Kegiatan ini menghadirkan narasumber alumni Magister Bioetika UGM, dr. Nasrun, S.H., M.Sc, yang kini aktif sebagai dosen di Departemen Bioetika FK Unisa Palu, dan dimoderatori oleh Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc dari CBMH UGM. Acara ini diikuti lebih dari 50 peserta dari berbagai latar belakang, termasuk mahasiswa, klinisi, dan akademisi.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICSDalam pemaparannya, dr. Nasrun menekankan bahwa tantangan utama dalam pelaksanaan IPC adalah komunikasi lintas profesi. IPC sangat penting untuk mendukung pergeseran dari model pelayanan kesehatan yang paternalistik menjadi partnership. IPC bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan dan mengoptimalkan patient centered care, sehingga pasien menjadi fokus utama dalam pengambilan keputusan klinis.
Empat tantangan utama komunikasi dalam IPC adalah perbedaan makna, ego antar profesi, persepsi yang tidak selaras, dan batasan teritorial (ranah kerja) masing-masing tenaga kesehatan. Kesalahpahaman kerap muncul, seperti penggunaan kata “maaf” yang dapat ditafsirkan sebagai pengakuan kesalahan atau justru sebaliknya, yakni ketidakmampuan. Pada situasi gawat darurat, tantangan ini semakin kompleks, sehingga dibutuhkan strategi seperti penyamaan persepsi dan komunikasi terbuka antar profesi.

BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS
Topik ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 3: Kehidupan Sehat dan Kesejahteraan, yang menekankan pentingnya sistem kesehatan yang kuat dan responsif. Topik ini juga berkaitan dengan SDGs nomor 4: Pendidikan Berkualitas, karena penerapan IPC yang efektif memerlukan pendidikan interprofesional (IPE) yang mendukung pengembangan kompetensi kolaboratif sejak dini bagi tenaga kesehatan. IPE yang kuat akan membentuk tenaga kesehatan yang mampu berkomunikasi dan bekerja sama lintas profesi secara efektif.

Diskusi selengkapnya dapat disimak kembali di YouTube Channel CBMH UGM https://www.youtube.com/live/Wdge9LeTNYs?si=3tv_6C3IDSUlhDqW

Reporter: Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc

Editor: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

 

Perlukah Imunisasi pada Bayi?

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Tuesday, 22 April 2025

Yogyakarta, 16 April 2025 – Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan diskusi mingguan bertajuk Raboan Sharing & Perspective Sharing, yang kali ini mengangkat tema “Etika Imunisasi”. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom ini menghadirkan Dr. dr. Fx. Wikan Indrarto, Sp.A, dokter spesialis anak sekaligus dosen, sebagai narasumber utama, dengan Ns. Wahyu Dewi Sulistyarini, MSN, bertindak sebagai moderator.

Dalam paparannya, Dr. Wikan menegaskan bahwa imunisasi merupakan salah satu upaya paling penting dalam membentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit. Meski demikian, pelaksanaannya juga memunculkan sejumlah tantangan dari sudut pandang etika biomedis, seperti prinsip non-maleficence (tidak membahayakan), justice (keadilan), autonomy (kebebasan), dan beneficence (kebaikan).

“Sebagai tenaga medis, kita tidak hanya bertugas memberikan manfaat secara medis, namun juga memastikan bahwa tindakan yang kita lakukan bersifat adil dan menghormati hak pasien,” ujar Dr. Wikan.

Lebih lanjut, beliau mengangkat isu medical paternalism, yaitu keputusan dokter yang membatasi otonomi pasien atas dasar kebaikan pasien itu sendiri atau masyarakat. Dr. Wikan menjelaskan bahwa pendekatan paternalistik bisa dibenarkan secara etika dalam kondisi tertentu, seperti ketika terdapat risiko serius yang dapat dicegah, pasien tidak mampu mengambil keputusan secara otonom, dan tindakan tersebut memberikan manfaat yang signifikan bagi pasien. Diskusi ini juga menyinggung regulasi nasional terkait imunisasi, di antaranya Peraturan Menteri Kesehatan No. 12 Tahun 2017 dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 4 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa imunisasi hukumnya mubah atau diperbolehkan dalam Islam.

Dr. Wikan menutup diskusi dengan menekankan pentingnya keterbukaan informasi dalam pelaksanaan imunisasi. Ia mengingatkan bahwa keberhasilan program imunisasi nasional membutuhkan keterlibatan aktif dokter dalam memberikan edukasi menyeluruh, serta penghormatan terhadap hak orang tua untuk membuat keputusan secara sadar dan bebas.

“Kita perlu menyukseskan program imunisasi nasional, tetapi tetap perlu mengkritisi pelaksanaannya dari sisi etika. Sudahkah kita bijak?” tandasnya.

Kegiatan ini menjadi refleksi bahwa kesehatan bukan semata-mata persoalan medis, melainkan juga menyangkut nilai, hak, dan pilihan moral dalam masyarakat yang majemuk. Isu Etika Imunisasi memiliki keterkaitan erat dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDGs 3 tentang Kesehatan dan Kesejahteraan yang Baik, serta SDGs 4 tentang Pendidikan Berkualitas. Melalui pendidikan etika kedokteran yang baik, tenaga kesehatan diharapkan dapat mengambil keputusan klinis dengan lebih bijak dan berkeadilan, termasuk dalam praktik imunisasi.

 

Reporter             : Ardhini Nugraheni, M.K.M.

Editor                  : Alvira Rahmasari, S.H.G.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=gNEaz0gN_oA[/embedyt]

kursus bioetika help batch 7 seri 1

Membangun Pemahaman Etika, Kemanusiaan, Hukum, dan Profesionalisme dalam Dunia Kesehatan Melalui Kursus Bioetika HELP Angkatan 7 Seri 1

Artikel TerbaruBerita SDGsHELP Course Wednesday, 9 April 2025

kursus bioetika help batch 7 seri 1Yogyakarta, 26 Maret 2025 — Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan program Kursus Bioetika HELP Angkatan ke-7 Seri 1 secara daring melalui platform Zoom pada 17–26 Maret 2025. Seri ini mengusung tema “The Basic Understanding of Bioethics” dan menghadirkan 44 peserta dari berbagai instansi dan fakultas kedokteran di seluruh Indonesia. Para peserta terdiri atas dosen, praktisi kesehatan, dan pengambil kebijakan yang memiliki kepedulian terhadap pentingnya integrasi etika, kemanusiaan, hukum, dan profesionalisme dalam dunia kesehatan.

Selama delapan hari pelaksanaan, peserta mendapatkan bekal teori dan diskusi mendalam yang mencakup dasar-dasar bioetika, hubungan antara etika dan hukum, teori etika seperti utilitarianisme, deontologi, serta virtue ethics, hingga isu-isu tentang profesionalisme dan keadilan dalam praktik medis. Dengan pendekatan transdisipliner, kegiatan ini juga mengeksplorasi kontribusi antropologi, agama, dan ilmu sosial terhadap pemahaman bioetika di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Kehadiran para narasumber terkemuka dari institusi nasional dan internasional, seperti Harvard Medical School dan Amsterdam UMC, memperkaya perspektif global dan lokal peserta dalam melihat tantangan etis dan moral dalam dunia kesehatan modern.

Program HELP ini merupakan bagian dari komitmen CBMH UGM dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3 mengenai kesehatan dan kesejahteraan yang baik, SDG 4 mengenai pendidikan berkualitas, serta SDG 16 tentang perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat. Dengan menumbuhkan kesadaran etis, kemampuan refleksi moral, dan sikap profesional dalam pengambilan keputusan, program ini diharapkan mampu membentuk generasi tenaga kesehatan yang tidak hanya cakap secara klinis, tetapi juga berakar kuat pada nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.

kursus bioetika help batch 7 seri 1

Melalui program ini, CBMH UGM menunjukkan komitmennya untuk terus menjadi tempat belajar dan berbagi pengetahuan tentang bioetika dan nilai-nilai kemanusiaan di dunia kesehatan. Program ini tidak hanya membantu peserta untuk berkembang secara pribadi dan profesional, tetapi juga turut mendorong terciptanya layanan kesehatan yang lebih adil, terbuka untuk semua, dan menghargai martabat setiap manusia.

 

Reporter : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom
Editor : Alvira Rahmasari, SHG

Komunikasi Kesehatan dan Tantangan Etika: Membangun Dialog yang Bertanggung Jawab

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Friday, 21 March 2025

Yogyakarta, 19 Maret 2025 — Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Universitas Gadjah Mada kembali menggelar agenda rutin Raboan Sharing & Perspective Sharing, sebuah diskusi mingguan yang membahas berbagai isu bioetika. Kegiatan yang diselenggarakan daring melalui Zoom Meeting ini menghadirkan dr. Steffi Rifasa., M.H., seorang dosen sekaligus kepala divisi bioetik dan Hukum fakultas kedokteran, Universitas Islam Pasundan, sebagai pembicara utama, dengan Nathan Agwin Khenda., Ftr, M.Bio.Et., sebagai moderator.

BIOETIKA HUMANIORA

Pada kesempatan kali ini, Raboan mengangkat tema “Komunikasi Kesehatan dan Tantangan Etika : Membangun Dialog yang Bertanggungjawab”. Diskusi ini menyoroti peran penting bioetika dalam komunikasi kesehatan, serta mengupas berbagai solusi dalam menangani kasus-kasus dilema etika medis yang membutuhkan komunikasi efektif antara tenaga kesehatan dan pasien. Diskusi ini dibuka dengan menampilkan kasus-kasus dugaan malpraktik oleh tenaga medis dengan memperlihatkan bagaimana sudut pandang pasien dan fasilitas kesehatan bisa berbeda. Selain itu, beliau juga menegaskan bahwa komunikasi yang jelas dan transparan yang menjadi kunci utama dalam menghindari kesalahpahaman antara tenaga medis dan pasien yang dapat berdampak pada pengambilan keputusan medis.

BIOETIKA HUMANIORA

Dipandu oleh moderator Nathan Agwin Khenda, Ftr, M.Bio.Et., diskusi berlangsung interaktif dengan melibatkan peserta dari berbagai latar belakang, termasuk tenaga medis, akademisi, dan mahasiswa. Berbagai pandangan mengenai bioetika dan krisis komunikasi ini dibahas secara mendalam, terutama pada penerapan prinsip bioetika, serta peran tenaga medis dalam membangun kepercayaan dengan pasien melalui komunikasi yang efektif dan bertanggungjawab.

Steffi Rifasa., M.H juga menyoroti tantangan komunikasi kesehatan yaitu dalam menyampaikan berita buruk dengan cara yang tidak menghancurkan harapan pasien. Penggunaan metode yang tepat seperti pendekatan SPIKES (Setting, Perception, Invitation, Knowledge, Emphaty, and Strategy) dapat membantu dalam menyampaikan berita buruk secara etis dan bertanggung jawab. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi saat ini yaitu komunikasi kesehatan pada era digital yang mana penggunaan telemedicine meningkat serta media sosial seringkali menjadi sumber informasi  yang belum tentu akurat, sehingga tenaga kesehatan perlu lebih proaktif dalam memberikan eduksi kesehatan.

Komunikasi kesehatan dan tantangan etika ini dapat dikaitkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) terutama SDG 3: Good Health and Well-Being yang menekankan pada pentingnya komunikasi kesehatan yang efektif berkontribusi pada pelayanan kesehatan dan memastikan bahwa pasien menerima perawatan yang tepat, serta SDG 4: Quality Education yang mana tenaga kesehatan juga perlu mendapatkan pelatihan dalam komunikasi etis dan empati sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan pasien lebih baik.

 

Diskusi Raboan kali ini menegaskan komunikasi yang baik dalam bidang kesehatan tidak hanya membantu pasien dalam memahami kondisi mereka tetapi juga membangun hubungan yang baik antara tenaga kesehatan dan pasien. Pendekatan etis diperlukan dalam komunkasi kesehatan agar tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga memberikan pemahaman yang mendalam kepada pasien dan keluarganya.

Reporter : Nadia Ulfah, Mafrida Nabilah Hanan

Editor : Alvira Rahmasari, S.H.G.

12 Maret 2025 - RABOAN BIOETIKA HUMANIORA

Membedah Fenomena Bedah Estetika: Perspektif Medis, Etika, dan Agama

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Thursday, 13 March 2025

raboan BIOETIKA 12 maret 2025 2

Yogyakarta, 12 Maret 2025 – Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) bersama Program Studi Magister Bioetika Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan webinar RABOAN yang menghadirkan Dr. dr. Prima Maharani Putri, M.H., C.Med. sebagai pembicara utama.

Dalam pemaparannya, dr. Prima membahas tren terkini dalam dunia bedah estetika yang semakin diminati oleh masyarakat modern. “Saat ini, penampilan yang sempurna menjadi prioritas dalam dunia kerja dan interaksi sosial. Banyak orang memilih operasi plastik untuk mencapai standar kecantikan yang mereka impikan,” ungkapnya.

Sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, promosi bedah estetika di media sosial semakin masif, menampilkan hasil transformasi fisik yang menakjubkan dan membentuk persepsi masyarakat terhadap kecantikan. Namun, di balik popularitasnya, terdapat berbagai aspek bioetika serta sudut pandang keagamaan yang perlu dipertimbangkan.

Webinar ini juga menyoroti bagaimana berbagai agama memandang bedah estetika. Dalam Islam, prosedur ini diperbolehkan jika bersifat rehabilitatif dan memberikan manfaat medis, namun menjadi terlarang apabila hanya bertujuan untuk mempercantik diri. Buddhisme menganggap bedah plastik sebagai sesuatu yang positif jika dilakukan untuk kepentingan kesehatan, tetapi kurang dianjurkan jika hanya demi estetika. Sementara itu, dalam ajaran Kristen Protestan dan Katolik, operasi plastik diperbolehkan untuk kebutuhan medis, seperti rekonstruksi akibat cacat lahir atau cedera. Adapun dalam agama Hindu, perubahan bentuk tubuh melalui bedah plastik tidak dianjurkan.

Dr. Prima menegaskan pentingnya penerapan prinsip bioetika dalam praktik bedah estetika. “Pasien memiliki hak untuk memutuskan menjalani operasi plastik selama tidak bertujuan menipu atau merugikan diri sendiri maupun orang lain. Dokter pun wajib memberikan informed consent serta mempertimbangkan aspek etis, terutama bagi pasien yang tidak memiliki indikasi medis,” jelasnya.

Diskusi dalam webinar ini juga berkaitan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-3 tentang Good Health and Well-being serta tujuan ke-10 tentang Reduced Inequalities. Dengan meninjau bedah estetika dari sudut pandang bioetika, agama, dan kesehatan mental, kegiatan ini berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap dampak sosial dari standar kecantikan yang dikonstruksi media sosial. Selain itu, webinar ini menjadi wadah edukasi bagi tenaga medis dan masyarakat untuk memahami pentingnya layanan kesehatan yang berlandaskan etika serta memastikan bahwa setiap tindakan medis, termasuk operasi plastik, memberikan manfaat nyata bagi kualitas hidup pasien dengan indikasi medis yang tepat.

Acara ini ditutup dengan pesan utama bahwa tenaga medis berperan besar dalam memberikan edukasi serta menegakkan standar etika dalam praktik bedah estetika. “Menjunjung tinggi etika dan moral dapat mendorong masyarakat untuk menerima diri mereka apa adanya. Operasi plastik bukan satu-satunya tolok ukur dalam mencapai kesempurnaan fisik,” pungkas Dr. Prima.

 

Reporter : Ardhini Nugrahaeni, M.K.M.
Editor : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Integrasi Humaniora untuk Membentuk Dokter yang Berempati dan Berintegritas

Artikel TerbaruRaboan Thursday, 6 March 2025

Yogyakarta, 5 Maret 2025 – Raboan Research and Perspective Sharing kembali hadir di awal bulan Maret 2025 dengan narasumber terkemuka Prof. Dr. dr. Taufiq Suryadi, Sp.F (K), Dipl.BE, seorang Guru Besar Ilmu Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Syah Kuala. Pemaparan materi dan diskusi berlangsung interaktif dengan dimoderatori oleh Mahmasoni Masdar, S.Kep.Ns., M.Kep dari CBMH UGM. 

Raboan kali ini menyoroti pentingnya pendekatan multidisipliner dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang lebih manusiawi dan beretika, serta pentingnya mengintegrasikan humaniora dan budaya ke pendidikan kedokteran. Prof. Taufiq menekankan terkait tiga topik dalam pembelajaran humaniora, yakni:

”Belajar ilmu humaniora, mengajar secara humaniora dan belajar dengan humaniora”

Humaniora bukan hanya pelengkap, namun elemen kunci dalam membentuk dokter yang berempati dan berintegritas. Sebagai dokter dan tenaga kesehatan, sangat penting untuk melihat pasien bukan hanya dari sisi penyakitnya, namun juga kondisi mental, budaya, spiritual dan sosialnya.

Dalam pemaparannya, Prof. Taufiq memberikan insight berupa model pembelajaran yang paling disukai dan dibutuhkan mahasiswa dalam pembelajaran humaniora, serta gaya belajar yang disukai mahasiswa dalam memperoleh informasi. 

Diskusi dalam sesi Raboan kali ini selaras dengan SDG 3 (Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan) dan SDG 4 (Pendidikan Berkualitas), dengan menekankan pentingnya pendekatan humaniora dalam pendidikan dan praktik kedokteran. Prof. Taufiq menyoroti bagaimana pemahaman aspek mental, budaya, spiritual, dan sosial pasien dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang lebih manusiawi dan beretika. Selain itu, integrasi humaniora dalam kurikulum kedokteran juga berperan penting dalam membentuk tenaga medis yang berempati, memahami etika, serta memiliki kesadaran akan aspek hukum dalam praktik medis, sehingga mendukung pendidikan kedokteran yang lebih holistik dan berkualitas.

Penguatan pendidikan humaniora dalam kurikulum kedokteran diharapkan dapat melahirkan para tenaga medis yang mampu memahami aspek kemanusiaan, etika, dan hukum dalam praktik medis.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=rnkJhzM3q3M[/embedyt]

Reporter : Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc

Editor : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Menjawab Tantangan Etika dalam Pelayanan Kesehatan

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Friday, 28 February 2025

Yogyakarta, 26 Februari 2025 – Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Universitas Gadjah Mada kembali menyelenggarakan webinar rutin Raboan Sharing & Perspective Sharing. Webinar ini diadakan secara daring melalui Zoom Meeting dan menghadirkan dr. Bondan Agus Suryanto, S.E., M.A. (Dosen Fakultas Kedokteran UII dan FKKMK UGM) sebagai pembicara utama, dengan Mahmasoni Masdar, S.Kep., Ns., M.Kep sebagai moderator.

Pemaparan materi Raboan oleh dr. Bondan Agus Suryanto, S.E., M.A.

Diskusi kali ini mengangkat tema “Masalah Etika dalam Pelayanan Kesehatan”, yang menyoroti tantangan dan solusi dalam mewujudkan keadilan dalam distribusi layanan kesehatan. Dalam pemaparannya, dr. Bondan menekankan pentingnya pendekatan bioetika yang berbasis keadilan sosial untuk memastikan akses layanan kesehatan yang merata di tengah keterbatasan sumber daya. Selain itu, beliau juga membahas peran organisasi profesi dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan tenaga medis dan kebutuhan masyarakat luas.

Mahmasoni Masdar selaku moderator memandu diskusi interaktif yang melibatkan peserta dari berbagai latar belakang, termasuk tenaga medis, akademisi, dan mahasiswa. Berbagai perspektif mengenai etika pelayanan kesehatan di Indonesia dibahas secara mendalam, termasuk peran kebijakan publik, pengaruh budaya dan agama, serta tantangan dalam implementasi sistem kesehatan berbasis asuransi sosial seperti BPJS.

Sesi diskusi dengan partisipan Raboan

Pembahasan mengenai masalah etika dalam pelayanan kesehatan ini juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 3 tentang Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan serta SDG 10 tentang Mengurangi Kesenjangan. Adanya webinar ini berupaya mendorong dialog lintas sektor yang dapat membantu merancang kebijakan kesehatan yang lebih adil dan merata, sehingga setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial dan ekonomi, dapat mengakses layanan kesehatan yang berkualitas.

[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=YTuSF_2BLAg[/embedyt]

CBMH UGM berharap forum ini dapat menjadi tempat bagi berbagai pihak untuk berdiskusi dan berbagi wawasan tentang bioetika di Indonesia. Dengan adanya kolaborasi antar sektor, diharapkan dapat lahir kebijakan kesehatan yang lebih adil dan mudah diakses oleh semua orang.

Reporter          : Alvira Rahmasari, S.H.G.

Editor              : Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom.

Memahami Konsep Do Not Resuscitate (DNR) pada Pasien Terminal: Perspektif Etika dan Praktik Medis

Artikel TerbaruBerita SDGsRaboan Friday, 21 February 2025

Pemaparan materi Raboan oleh dr. Lucia

Yogyakarta, 12 Februari 2025 – Dalam rangkaian kegiatan Raboan: Research and Perspective Sharing, telah diselenggarakan diskusi bertajuk “Konsep Perintah Do Not Resuscitate (DNR) pada Pasien Terminal Bersama DPJP”. Acara ini menghadirkan dr. Lucia Pudyastuti Retraningtyas, SpA., M.Bio.Et, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya, sebagai pembicara Utama. Diskusi ini dimoderatori oleh drg. Agnes Bhakti Pratiwi, MPH,Ph.D dari Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran , Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK ) UGM serta UNESCO Chairs on Bioethics UGM.

Webinar ini menyoroti berbagai pandangan terhadap perintah DNR pada pasien terminal. DNR merupakan keputusan medis yang diambil oleh tim dokter setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang ditunjuk oleh Komite Medik atau Komite Etik. Dalam pengambilan keputusan DNR dianjurkan melibatkan pasien dan keluarganya. Proses komunikasi antara pasien, keluarga, dan penyedia layanan kesehatan yang bertujuan untuk mengidentifkasi nilai-nilai, preferensi, dan keputusan perawatan medis yang penting bagi pasien. dr. Lucia menegaskan perintah DNR harus didokumentasikan dengan jelas dan tercatat dalam catatan medis pasien.

Sesi tanya jawab dengan peserta Raboan

 

Salah satu poin penting yang dibahas yaitu pentingnya penghormatan atas martabat pasien dalam perawatan akhir. Terdapat perbedaan sikap dokter terhadap perintah DNR yaitu setuju dan tidak setuju. Alasan setuju meliputi mengurangi penderitaan pasien, agar pasien meninggal dengan tenang, adanya motivasi mengurangi beban keluarga, adanya motivasi untuk memudahkan pekerjaan tenaga medis lain, adanya pertimbangan agama partisipan, dan pertimbangan aspek legal DNR. Alasan tidak setuju meliputi menghindari prasangka keluarga, keyakinan bahwa dokter merawat harus sampai semaksimal mungkin, dan karena tidak ingin membuat keluarga khawatir.

DNR juga dikaitkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDGs No. 3: Good Health and Well-Being, yang menekankan pentingnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, termasuk perawatan paliatif serta hak pasien dalam menentukan perawatan di akhir hayat, serta SDGs No. 10: Reduced Inequalities, yang menegaskan bahwa setiap pasien berhak membuat keputusan medis tanpa tekanan atau diskriminasi, termasuk dalam hal penerapan perintah DNR.

Diskusi Raboan kali ini kembali menegaskan bahwa pendekatan bioetika dalam penerapan perintah DNR merupakan hal penting dalam pengambilan keputusan keperawatan pada akhir hayat. Dengan adanya komunikasi yang baik antara dokter, pasien, dan keluarga, diharapkan keputusan medis dapat diambil secara etis dan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan.

 

Reporter          : Ardhini Nugrahaeni,M.K.M

Editor              : Alvira Rahmasari, S.H.G.

Membangun Bioetika untuk Semua melalui Sensitivitas Budaya

Artikel TerbaruBerita SDGsEventsRaboan Friday, 14 February 2025

Yogyakarta, 12 Februari 2025 – Raboan Perspective Sharing kembali hadir dengan diskusi yang mengangkat isu mendalam dalam bioetika bertajuk “FOR ALL HUMANITY: Toward a Culturally Sensitive Bioethics”. Acara ini menghadirkan Prof. Syafaatun Almirzanah, MA, M.Th, Ph.D, D.Min, Ketua Center for Spirituality, Science and Humanity, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sebagai pembicara utama. Diskusi ini dimoderatori oleh dr. Galuh Dyah Fatmala dari Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM serta UNESCO Chair on Bioethics UGM.

Webinar ini menyoroti pentingnya pendekatan bioetika yang sensitif terhadap budaya dalam masyarakat yang semakin plural dan kompleks. Bioetika tidak hanya terbatas pada dunia kedokteran, tetapi juga mencakup berbagai disiplin ilmu, termasuk sosial, politik, dan agama. Dalam pemaparannya, Prof. Syafaatun menegaskan bahwa pemahaman bioetika harus memperhitungkan pluralitas identitas yang ada di masyarakat, mengingat setiap individu membawa nilai-nilai budaya, agama, dan sosial yang beragam.

Salah satu poin penting yang dibahas adalah bagaimana pluralitas identitas dalam masyarakat harus dihargai dan dihormati. Dalam konteks ini, Prof. Syafaatun menyoroti pentingnya demokrasi yang inklusif dan partisipasi aktif dari semua golongan untuk menciptakan tatanan sosial yang lebih adil. Selain itu, diskusi juga membahas hak asasi manusia dalam perspektif bioetika, termasuk akses yang setara terhadap layanan kesehatan dan pendidikan tanpa diskriminasi.

Diskusi ini memiliki relevansi yang erat dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera, serta SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. Bioetika yang sensitif terhadap budaya dapat memastikan bahwa layanan kesehatan diberikan secara adil dan bermartabat, sehingga mendukung kesejahteraan semua individu tanpa memandang latar belakang mereka. Selain itu, melalui perspektif pluralitas, diskusi ini juga menekankan pentingnya membangun institusi yang inklusif dan kuat dalam mendukung keberlanjutan sistem kesehatan dan sosial yang lebih baik.

Sesi diskusi juga menyoroti berbagai dilema etika dalam dunia medis, seperti euthanasia, physician-assisted suicide, serta tantangan dalam transplantasi organ. Prof. Syafaatun menekankan bahwa meskipun terdapat berbagai pandangan dalam isu-isu ini, penting untuk selalu mempertimbangkan aspek keadilan, empati, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Dengan adanya diskusi ini, CBMH UGM berharap dapat terus mendorong pemahaman dan kesadaran mengenai pentingnya bioetika yang inklusif dan berbasis budaya. Kolaborasi antara akademisi, praktisi, dan masyarakat luas menjadi kunci dalam mewujudkan sistem bioetika yang lebih adil dan berkelanjutan di masa depan.

Diskusi Raboan kali ini kembali menegaskan bahwa pendekatan bioetika yang sensitif terhadap budaya merupakan langkah penting dalam membangun masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis. Dengan memahami interaksi antara identitas budaya, agama, dan nilai-nilai sosial, kita dapat menciptakan sistem etika yang lebih manusiawi dan berkeadilan untuk semua.

Reporter ; Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

Editor : Alvira Rahmasari, S.H.G.

“KEDOKTERAN dan Kesehatan” Jangan salah tafsir apalagi sampai salah praktik!

Artikel TerbaruBerita SDGsEventsPast EventRaboan Friday, 7 February 2025

Yogyakarta, 5 Februari 2025 – Raboan Research and Perspective Sharing kembali hadir di awal Februari dengan mengangkat topik fundamental dalam dunia medis: perbedaan antara kedokteran dan kesehatan. Acara ini menghadirkan narasumber ahli, dr. Noorman Herryadi, Sp.F, S.H, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI dan Konsultan Forensik Etikolegal. Diskusi berlangsung interaktif dengan moderator Fahmi Baiquni, S.Psi., M.P.H dari Center for Bioethics and Medical Humanities (CBMH) FK-KMK UGM.

 

Dalam sesi ini, dr. Noorman menguraikan definisi serta batasan kedokteran dan kesehatan yang kerap dianggap serupa oleh tenaga medis maupun masyarakat umum. Menurutnya, kedokteran bukan hanya ilmu pengetahuan, tetapi juga seni dalam memahami dan menangani penyakit. Ia menekankan bahwa kedokteran mencakup berbagai aspek, mulai dari diagnosis hingga etika profesi yang harus dijunjung tinggi oleh setiap dokter.

Mengutip sumber-sumber otoritatif seperti Dorland’s Medical Dictionary serta pandangan Paracelsus yang menyatakan bahwa:

“Medicine is not only a science, but an art.”

Dr. Noorman menjelaskan bahwa kedokteran tidak terbatas pada tindakan kuratif semata, tetapi juga mencakup aspek promotif, preventif, dan rehabilitatif. Selain itu, ia menegaskan pentingnya etika dalam praktik kedokteran, yang berakar pada sumpah dokter dan prinsip kemanusiaan sebagai landasan moral bagi setiap praktisi medis.

Lebih lanjut, diskusi ini juga menyoroti definisi kesehatan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023, yang mencakup kesejahteraan fisik, mental, dan sosial. Dr. Noorman menegaskan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia, dan pemerintah memiliki tanggung jawab dalam menyediakan layanan kesehatan yang memadai bagi seluruh masyarakat.

Dari diskusi ini, peserta mendapatkan wawasan bahwa kedokteran dan kesehatan adalah dua konsep yang berkaitan tetapi memiliki cakupan berbeda. Kedokteran lebih berfokus pada aspek klinis dan pengobatan, sedangkan kesehatan mencakup dimensi yang lebih luas, termasuk kesejahteraan sosial dan kebijakan publik.

Sebagai penutup, acara Raboan kali ini menegaskan pentingnya pemahaman yang komprehensif mengenai kedokteran dan kesehatan guna meningkatkan kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Perspektif yang lebih luas tentang kedokteran ini juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3 (Good Health and Well-being), yang menekankan akses kesehatan berkualitas bagi semua orang.

Reporter: Ika Setyasari, S.Kep.Ns., M.N.Sc
Editor: Rafi Khairuna Wibisono, S.Kom

12345…11

Berita lainnya

  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS AI untuk Memperkuat, Bukan Menggantikan: CBMH UGM Tekankan Etika Penggunaan Kecerdasan Buatan Untuk Tujuan Klinis
    October 9, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Dilema Etis di Balik Teknologi Neuroenhancement dan Modifikasi Otak
    September 22, 2025
  • HELP COURSE BATCH 7 SERI 3 - BIOETIKA - ETIKA PENELITIAN HELP Course Batch 7 – 3rd Series Kupas Etika Penelitian Kesehatan
    September 9, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Menyatukan Etika Bisnis dan Etika Medis dalam Praktik Obstetri & Ginekologi
    September 4, 2025
  • kursus bioetika help batch 7 seri 3 ✨ HELP COURSE BATCH 7 – 3RD SERIES ✨
    August 14, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Kader Hebat, Komunitas Kuat: Pelatihan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat untuk Desa Peduli Disabilitas
    August 14, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Tantangan Etika Keperawatan pada Kasus Penyakit yang Mengancam Jiwa
    August 12, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Langkah Awal CBMH UGM untuk Wujudkan Desa Inklusif di Gunungkidul
    August 12, 2025
  • Akademik Yes, Empati No? Ayo Tinjau Ulang Seleksi Kedokteran
    August 7, 2025
  • BIOETIKA HUMANIORA MEDICAL ETHICS Healing Garden Therapy Hadirkan Sinergi Komunitas dalam Melawan Ageisme Generation in Bloom: Kolaborasi Lintas Generasi Melawan Ageisme Lewat Healing Garden Therapy di Salam Wetan, Bantul
    August 4, 2025
Universitas Gadjah Mada

Gedung Penelitian dan Pengembangan FKKMK UGM Lt. 1 Sayap Utara

0274 547489
cbmhfkugm@ugm.ac.id

© Center for Bioethics and Medical Humanities Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY