Yogyakarta, 26 September 2025 — Perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kian pesat di dunia medis. Teknologi yang mampu menganalisis data pasien, memprediksi penyakit, hingga membantu dokter dalam diagnosis ini menawarkan potensi luar biasa. Namun di balik kecanggihannya, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana memastikan AI tetap berpihak pada kemanusiaan, bukan menggantikan peran manusia di ruang klinis?
Isu inilah yang menjadi sorotan dalam webinar bertajuk “From Data to the Bedside – Ethics in Using Artificial Intelligence for Clinical Purpose” yang diselenggarakan oleh Pusat Bioetika dan Humaniora Kesehatan (CBMH) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK UGM) pada Jumat (26/9). Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian Visiting Professor Prof. Dick Willems dari Amsterdam UMC, dan diikuti oleh 233 peserta secara hybrid melalui Zoom dan Auditorium FKKMK UGM.
Webinar ini bertujuan memperdalam pemahaman tentang etika penggunaan AI di bidang klinik, dengan menyoroti aspek tanggung jawab moral, transparansi, dan tata kelola data dalam implementasinya.
Prof. Dick Willems membuka sesi dengan menekankan bahwa meski AI dapat membantu berpikir, nurani tetap milik manusia. Dalam pandangannya, AI harus menjadi alat yang memperkuat keputusan tenaga medis, bukan menggantikan. Ia juga menegaskan pentingnya penerapan prinsip etika medis klasik seperti do no harm, beneficence, autonomy, dan justice dalam setiap tahapan pengembangan dan penggunaan AI.
Sementara itu, dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D. menyoroti bahwa keandalan AI klinis bergantung pada kualitas dan tata kelola data yang baik. “AI yang dapat dipercaya bukan hanya soal kecanggihan algoritma, tetapi tentang transparansi, integrasi, dan keberpihakan pada keselamatan pasien,” ujarnya.
Di sisi lain, dr. Nur Azid Mahardinata, M.Bio.Et membahas perubahan dinamika etika di tingkat bedside. Menurutnya, tenaga medis kini perlu memahami bagaimana AI menjadi bagian dari pengambilan keputusan klinis, termasuk aspek transparansi terhadap pasien dan pembagian tanggung jawab antara pengembang, institusi, regulator, serta klinisi.
Diskusi interaktif yang berlangsung hangat menyoroti tantangan regulasi AI di Indonesia, kesiapan rumah sakit dalam digitalisasi data, serta pentingnya literasi digital dan etika bagi tenaga kesehatan.
Webinar ini ditutup dengan pesan penting: pengembangan AI di bidang medis harus dilakukan secara etis, transparan, dan berorientasi pada kemanusiaan, dengan kolaborasi lintas disiplin antara teknologi, kedokteran, kebijakan, dan etika.
Kegiatan ini juga sejalan dengan komitmen UGM dan CBMH dalam mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 3 (Kehidupan Sehat dan Sejahtera) serta SDG 9 (Inovasi dan Infrastruktur), melalui pengembangan teknologi kesehatan yang etis, inklusif, dan berkelanjutan.
📺 Rekaman lengkap webinar ini dapat disaksikan di kanal YouTube CBMH UGM: ugm.id/bioethicswebinarseries2